Selasa, 11 November 2014

Mahasiswa Penjual Koran di Lampu Merah

         Ada seorang mahasiswa, sebut saja namanya Maha (maaf bukan Maho), dia kuliah di sebuah jurusan di fakultas teknik di ibu kota propinsinya. Sebenarnya anaknya pintar, cuma mungkin karena kenakalan yang muncul terlambat, maka kuliahnya keteteran. Lagi pula kondisi keluarganya yang pas-pasan secara ekonomi sehingga sarananya utk belajar terhambat.
          Akhirnya si Maha ini menyambi sebagai seorang pengecer koran di titik titik lampu merah. Berbekal kenalan seorang loper koran, si Maha minta jatah koran untuk dijual. Ketika itu harga koran berbasis propinsi 2.000 rupiah dan si Maha dapat jatah 300 rupiah utk setiap koran yang terjual. Si Maha dipercaya oleh loper koran tersebut karena satu jamaah mesjid dan juga termasuk tetangga.
            Hari-hari pertama jual koran begitu semangat, lumayan, koran bisa terjual 20 s.d 40 eksamplar. Uang jajan dan bensin untuk kuliah aman. Malu bukanlah alasan, tetapi gengsi harus benar-benar dilupakan. Jatah koran yang tidak terjual dikembalikan kepada loper sebagai bukti tidak terjual dan tidak dituntut bayar atau pun target yang harus terjual.
             Suatu waktu ketika Maha sedang menjual koran, seorang adik temannya melihat dan merasa kasihan. Lalu si adik tersebut berkata kepada orang tuanya. "Ayah, kasi uang yang banyak untuk abang Maha, dia pasti butuh uang untuk kuliahnya". Akhirnya kabar itu terdengar oleh Maha dan Maha tertawa terbahak. Ada juga suatu waktu Maha memakai baju baru berjualan koran. Ada seorang gadis SMU berjalan, mulai senyum dari kejauhan, jalannya mulai diperlambat, si Maha berkata "Mau kemana adeekkk....", dibalasnya dengan genit "Pulang baaangggggggg". Hehehe..penjual koran laku juga.
            Tiba saatnya pengumuman CPNS pegawai pemkab dan pemprov, pagi itu Maha sangat bersemangat jualan koran. Pastinya hari trsbt menjadi membludak eksamplar yg terjual. Maha pun menjual dengan harga yg lebih tinggi, yaitu 3.000 per eksamplar. Hampir tidak ada yg protes karena semua pada butuh. Hari itu bagaikan durian runtuh walaupun durian itu buah yang paling tidak enak se-dunia.
            Di ujung karier Maha sebagai penjual koran, Maha pun sempat berjualan koran di simpang kampus. Jadwal masuk yg sering pagi membuat Maha harus lebih cepat ke kampus. Omzet jualan koran berkurang, yang namanya anak perantauan pasti baca koran sambil ngopi. Maha pun berhenti menjual koran. Maha mencoba peruntungan baru sebagai tentor siswa SMU atau sederajat.

Kamis, 30 Oktober 2014

Selamat Hari Keuangan ke-68 dan Sumpah Pemuda

         Hari ini tanggal 30 Oktober 2014 adalah hari keuangan yang ke- 68 kalinya. Kami pegawai kemenkeu di wilayah propinsi Aceh melaksanakan upacara peringatannya di lingkungan Gedung Keuangan Negara (GKN), Peuniti, Banda Aceh. Kakanwil Ditjen Pajak Aceh, Bapak Mukhtar selaku pembina upacara tersebut.
          Ada sedikit yang berbeda di upacara kali ini yang biasanya teks Pancasila dibacakan pembina upacara, kali ini dibacakan oleh petugas upacara dan juga ada 3 petugas lainnya yang membacakan teks Pembukaan UUD 45, teks detik detik beredarnya Oeang Rakyat Indonesia dan teks Sumpah Pemuda. Pembina upacara membacakan teks pidato Menteri Keuangan yang sama isinya seluruh Indonesia dan dibacakan serentak yang ditandatangani oleh Menkeu yang baru, Bambang S Brojonegoro.
           Upacara berlangsung pagi hari dalam cuaca yang cerah dan hangat bukan panas. Peserta antusias dan tidak ada yang tumbang. Upacara berlangsung sekitar 45 menit dan dilanjutkan dengan acara pembagian hadiah atas perlombaaan atau pertandingan menyambut hari keuangan.
          Ditjen pajak mampu memenangi 3 emas untuk cabang olahraga tarik tambang, tenis lapangan, dan tenis meja, 2 perak dan 3 perunggu. Sedangkan Ditjen Bea dan Cukai juga mengumpulkan 3 emas dari bola kaki, futsal dan volli, 1 perak dan 4 perunggu. Ditjen Perbendaharaan Negara dan Ditjen Lelang berada dibawah perolehan kami. Otomatis, ditjen pajak menjadi juara umum. Juara umum kejuaran Hari Keuangan tidak pernah keluar dari gedung GKN, alias tidak pernah dijuarai oleh Bea dan Cukai.
            Pertandingan dan perlombaan memang menu utama menyambut hari keuangan. Apalagi jika ketemu Pajak vs Bea Cukai di pertandingan bola kaki ini seolah olah El Clasico nya Kemenkeu. Rasanya jika kalah telak "sakitnya tuh di sini". Empat pertemuan final terakhir Pajak vs Bea Cukai selalu dimenangi BC. Tapi pajak juga menang 3 kali yang terakhir dengan skor yang........sakitnya tuh disini. Tetapi itu hanya di lapangan. Di dunia kerja kami berhubungan baik.
           Selesai pembagian piala, sudah menjadi kegiatan rutin kami, apalagi sejak zamannya Sri Mulyani bahwa ada kegiatan donor darah. Mobil bus PMI, bus khusus donor darah tiba di perkarangan GKN. Banyak para pegawai antri mendonor darahnya. Beberapa karena alasan kurang sehat, beberapa pegawai menolak donor karena kurang percaya.
            Banyak cerita di Hari Keuangan. Tetapi yang kami harapkan di hari keuangan ini rupiah kita semakin kuat, dipercaya masyarakat, semakin berwibawa dan diperhitungkan masyarakat dunia. Semoga bangsa kita menjadi makin makmur dengan sumber daya alam kita sendiri yang kita kelola dengan sumber daya manusia kita sendiri. Selamat Hari Keuangan.
            Selamat hari Sumpah Pemuda. Semoga para pemuda kita tetap bersatu dan bangga mengakui bahwa satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa. Terlebih lagi jika kita satu akidah, ups salah, maksudnya, jika kita satu sama lain saling menghormati dan menghargai demi membangun ibu pertiwi kita yang lagi sakit ini.

Selasa, 28 Oktober 2014

Safari Lingkar Simeulue, Setengah Hari Keliling Pulau

 
          Pulau Simeulue adalah pulau terbesar di propinsi Aceh yang sudah lama menjadi kabupaten tersendiri yang sebelumnya bagian dari kabupaten Aceh Barat. Di pulau ini ada dua buah bahasa besar yang jauh berbeda dari bahasa Aceh pesisir dan Aneuk Jamee. Dataran Simeulue umumnya datar dan landai, hampir tak ada gunung, kecuali bukit bukit kecil. Makanya dari kejauhan tidak tampak. Dan umumnya tidak berlaku prakiraan cuaca disini. Jika sekarang panas terik, maka tak ada yang bisa menjamin 3 jam kemudian hujan atau tidak.
           Akhir Oktober 2009 aku pindah tugas ke Simeulue. Terasa sepi dan terpencil. Tetapi awal aku sampai, aku enjoy enjoy saja. Hanya saja bahan pokok dan makanan agak mahal. Kecuali ikan, telur penyu dan daging kerbau kita bisa makan dengan murah meriah. Selebihnya bahan yang tidak ada di pulau mereka datangkan dari dataran (sebutan untuk Sumatera).

            Kabar adanya event Safari Lingkar Simeulue (selanjutnya disingkat SLS) aku terima dari Tina seorang Wajib Pajak yg datang ke kantor. Aku langsung saja mendaftar bukan pada tempatnya (maksudnya di kantorku) dan dia mau membantuku, dengan syarat aku harus percepat dia dapat kartu NPWP. Besok Sabtu 14 November 2009 pagi hari aku harus cepat cepat ke Dinas Kesehatan kab Simeulue janji ketemu Tina untuk ambil baju dan nomor undian.
           Tiba esok harinya, aku telat bangun pagi. Aku bangun kepagian, dan setelah Shubuh kembali tidur. Hampir saja kubatalkan. Tapi aku rasa aku tak selamanya di pulau kelapa ini. Aku harus menikmatinya. Aku tetap ikut, bertanya kesana kemari dan akhirnya aku tunggu tim safari yang telah dibuka oleh Bupati saat itu, Bapak Darmili, di simpang Lasikin, simpang dekat bandara pesawat sejenis Smac dan Susi air. Kami start dari kota Sinabang, ibukota Simeulue.
            Aku berpetualang dengan baju kaus lengan panjang, baju hujan di dalam jok kereta. Aku tak pakai seragam dan tampilanku seperti peserta tak resmi. Sambil tunggu mereka yang sedang jalan melewati Labuhan Bajau, aku duduk ngopi dan sarapan pagi. Belakangan akhirnya aku pernah mengelilingi Labuhan Bajau dan aku menemukan jajaran pohon kelapa yang begitu padat dan indah. Kebun kelapa yang paling indah ketemui. Disitu juga ada pabrik VCO (Virgin Coconut Oil) yang mengekspornya ke Yunani.
            Sekitar sejam lebih menunggu, akhirnya para petualang sampai juga di simpang Lasikin. Kuhidupkan kereta dinasku. Di barisan depan aku lihat Pak Bupati memimpin rombongan bersama warganya. Pak Bupati tampil gagah dengan kereta motor trail lengkap jaket pelindung. Aku tak jauh dari Bupati mengikutinya bersama rombongan dari belakang. Lumayan, jalannya lumayan mulus, cuma sedikit jalan yang rusak.
           Ketika aku sampai di Naibos, Teupah Barat, jalan menanjak dakian tinggi, susah juga dimana kerikil kecil yang bisa jadi ancaman. Aku berhenti sejenak di sebuah warung yang sedang tutup melihat pemandangan pohon kelapa. Sayangnya aku tak bawa kamera untuk menangkap gambar. Aku kembali menaiki sepeda motorku.
           Aku sampai di Kampung Air. Ini adalah daerah kedua yang paling maju setelah Sinabang. Dulu ketika masih jaya mahalnya cengkeh, Kampung Air merupakan daerah yang paling maju. Aku berhenti sejenak buang air. Ketika saat itu di daerah ini jalanan masih berbatu gunung belum dilapisi aspal. Petualangan tetap berlanjut. Pemandangan tepi pantai sepanjang jalan cukup indah, hampir selalu menemani perjalanan ini.
             Keretaku terus berjalan dan cuma berhenti untuk mengisi bensin. Akhirnya kami aku sampai di kantor camat Salang. Seseorang pemandu berdiri di jalan menyuruh para pengendara agar berhenti. Jika tak ada bapak ini, mungkin aku sudah melewati makan siang. Waktunya ishoma yang diisi sedikit ceramah dan wejangan. Aku lupa tentang apa. Lumayan lama disana.
             Perjalanan berlanjut kali ini menuju Langi. Ini daerah ujung barat dan utaranya pulau Simeulue. Ditengah jalan, sekitar wilayah Alafan, aku mendaki gunung yang keras, berbatu kapur, aku kira aspal, rupanya batu warna hitam abu-abu dan putih. Baru kali ini aku lihat bukit seperti itu. Aku sempat berhenti lagi di sekitar Lafakfa makan mie instan.
           Akhirnya setelah menunggu kedatangan Bupati, acara pembagian doorprize dilaksanakan di sini (Langi) sesuai rencana semula. Bupati terlambat datang karena ada sedikit kecelakaan, terjatuh dan sedikit berdarah. Beliau menolak untuk naik mobil. Tetap lanjut naik kereta, aku salut, jempol, like it. Hadiah utama 4 buah sepeda motor dan hadiah kecil lainnya. Pembagian hadiah dilakukan dengan pengajuan pertanyaan dan undian. Seru sangat.
            Setelah acara doorprize, massa terbagi dua. Sebagian pulang melewati jalan semula dan sebagian tetap tempuh jalur melingkar. Setelah tanya seseorang, rupanya jalan yg akan ditempuh tiba bisa dilalui mobil. Bapak Bupati Darmili memilih balik ke jalan semula karena alasan keamanan dan malam yg akan di jalan. Aku tetap di jalur melingkar. Kapan lagi!
           Memang benar, jalanan semakin sulit. Mereka yang di Langi jika ingin ke Sinabang lebih memilih jalan melalui Kampung Air, atau jalur semula yang kami tempuh. Aku tetap jalan dan sampailah di Sibigo. Keadaan semakin senja. Aku tetap berlalu. Hingga aku sampai di daerah Layakbaung atau Babussalam. Aku mengisi bensin, seliter 7 ribu, waktu itu harga di SPBU 4 ribu 5 ratus. Aku rasa sangat wajar. Ada seorang pembeli menggurutu kemahalan. Tampangnya sih tampak orka yang takut miskin. Aku jalan terus di malam pekat.
              Hujan turun, waktu itu aku sampai kira kira di daerah Luan Balu. Sambil menanti hujan aku pun makan malam. Disitu satu satu rumah makan di daerah tersebut. Kenyang, aku lanjut lagi dan akan menghadapi medan yang tersulit. Dari Luan Balu ke Ganting jalanan naik turun, beberapa ruas jalan dilalui air yang turun dari gunung. Hingga aku ketemu dengan jalan yang terputus kira kira 30cm. Rupanya ada yang terjatuh di depanku. Kutawari pertolongan namun dia baik baik saja dan katanya ada rombongan kawannya di belakang. Aku lanjut. Hingga akhirnya sampai di Ganting.
         Perjalanan hampir selesai dan selesai. Jalanan pun sudah mulai bagus. Lelah dan sangat puas mengakhiri SLS ini. Aku langsung pulang ke kantorku rumahku di Sinabang. Tiba kira kira jam 10 malam.
         Aku rasa jalan lingkar Simeulue ini mutlak sangat dibutuhkan masyarakat dan juga jalan potong di tengah pulau. Semoga sekarang jalannya sudah selesai dan bagus. Simeulue Ate Fulawan, Simeulue berhati emas.
******
Maaf tak ada peta, tak tahu bagaimana caranya input gambar dari hp

Sabtu, 25 Oktober 2014

18 jam bersepeda dari Medan ke Langsa

      Ini kejadian sekitar awal tahun 2006, yang masih bersemangat muda, semangat berpetualangan. Di saat itu aku sedang cuti dan berlibur di kota Medan. Iseng saja, ketika ingin pulang aku putuskan dengan cara yang berbeda. Sepeda adalah cara yang unik dimana ketika itu belum ada demam "bycycle to work" maka jadinya murni ide sendiri.
      Pas juga ketika itu aku punya uang lebih, jadi aku putuskan saja untuk membeli sepeda gunung bermerk Wim Cycle, berbahan besi dan alumunium di bagian rodanya, cukup ringan yang harganya 700 ribu lebih. Hari pertama beli, aku mengayuh sepeda untuk jaraj dekatnya seputaran kota Medan. Niatku supaya hatiku seharmoni mungkin cocok dengan sepeda ini. Ternyata sepedaku mudah dan cukup seimbang ketika lepas tangan. Bahkan aku bisa memutarkan sepeda ku 180 derajat di putaran yang cukup lebar dengan lepas tangan. Tentu saja asalkan tidak ada kendaraan yang mengganggu.
           Tiba saatnya hari ketiga dengan sepeda baru. Pada harinya aku konsultasikan kepada kawan kawanku tentang niatku bersepeda langsung ke Lhokseumawe. Tapi seorang teman menyarankan agar sampai di Langsa dulu, lihat kemampuan diri dan nimbang nimbang tenaga jika mau lanjut ke Lhokseumawe. Benar juga, akal sehat tidak boleh dikalahkan oleh semangat muda. Atas saran temanku, aku berangkat dini hari.
            Tepat nya jam 02.30 dini hari waktu Medan, aku berangkat dari sebuah mesjid di kawasan Polonia. Sebelumnya aku tidur di tempat kos temanku didekat mesjid dan sudah salat malam berharap keselamatan di jalan. Aku bersepeda dengan tas rangsel besar berisi penuh, berat sekitar 10 kg. Penampilanku benar benar seperti orang yang ingin jalan jauh. Cukup meyakinkan.
            Aku berjalan cukup santai, awalnya melewati jalan Iskandar Muda di Medan, dan masih terlihat para WTS yang mencari mangsa. Hehe.. masih saja bekerja, mereka tak mau kalah dengan bencong yang katanya pulang pagi. Dan aku terus berjalan dengan lalu lintas yang cukup bersahabat.
            Terdengar suara azan Shubuh, ketika itu kalau tidak salah hampir sampai kota Binjai. Aku berhenti di sebuah mushalla untuk shalat Shubuh. Badanku masih sangat segar. Hanya saja tas rangsel berat cukup membebaniku. Ku kayuh kan lagi sepedaku.
            Ketika sudah melewati Binjai, aku berhenti lagi utk makan pagi di sebuah warung tenda. Makanannya kurang memuaskan bagiku tetapi aku cukup kenyang dan harus berhenti sejenak supaya perut lebih tenang. "Dari mana mau kemana nih Dik? Kok sepeda pakai tas berat segala!" sapa ibu pemilik warung ramah. "Dari Medan mau ke Langsa", sahutku. "Serius nih!" dengan wajah yang terheran. Aku selesaikan pembayarannya secara adat dan kukayuhkan lagi sepedaku.
         Tibanya waktu Zhuhur, aku hendak shalat, aku berhenti di daerah yang tidak banyak penduduknya, tenpat dimana bibit kelapa sawit mulai bersemi, masih wilayah Sumatra Utara. Sebelumnya aku pernah berhenti, tapi lupa dimana, makanya tak aku ceritakan. Aku wudhuk dan memasuki mushalla kecil yang tampaknya belum selesai. Aku shalat Zhuhur dan Ashar yang dijamakkan.
           Aku benar benar lelah. Keringat keluar semua di seluruh badan. Seperti orang baru mandi, hanya saja ini keringat, rasanya asin :p. Tapi aku belum merasa lapar. Aku butuh air. Di saat seperti ini bagusnya minum air manis gula aren. Itu yang paling cepat mengembalikan tenaga. Aku sempat tertidur setengah jam. Lumayan terasa segar. Kukayuhkan lagi sepedaku.
             Jalanan semakin sepi, mu hkin karena terik matahari. Tapi aku merasa aneh dgn rumah rumah gubuk di samping jalan. Rumah kayu yang sepi dengan cewek yang tampak seksi berdaster. Pada saat itu aku belum siapa mereka sebenarnya. Mereka juga melihat ke arah ku dengan pandangan heran. "Siapa nih abang gagah bersepeda" mungkin batin mereka seperti itu heheehe.
            Akhirnya aku mampir di sebuah warung minuman tak jauh dari daerah tersebut, dan rupanya masih kawasan seperti rumah gubuk tsbt. Aku pesan teh botol. Aku kira ada makanan. Rupanya tidak ada. "Kok malas kali orang jualnya, menunya sedikit" batinku. Di sudut tenda, ada seorang wanita dengan dandanan menor tampil seksi. Saat itu aku teringat ketika naik bus dari Banda Aceh ke Medan dimana menjelang Shubuh kalau melewati daerah rumah gubuk itu ada cewek- cewek berpakaian seksi dengan para lelaki dewasa dan banyaknya mobil truk di samping jalan. Aku yakin jika wanita di sudut warung tu adalah WTS dimana belakangan aku makin yakin berdasarkan cerita temanku. Pantas saja., menu yang ditawarkan sedikit karena mereka menawarkan menu khas yg semua pasti suka, hehehee. Perutku makin lapar, dan kukayuhkan lagi sepedaku meninggalkan tempat tersebut.
          Dari kejauhan aku melihat tugu selamat datang di propinsi Aceh dan senyumku semakin melebar istilahnya dalam bahasa Aceh "adee igoe" artinya jemur gigi, huahhhaha. Ada warung di samping kiri jalan, jelas ada makan nasinya, aku berhenti makan siang. Aku makan sekedar saja takut kekenyangan dan ngantuk. Aku bercakap dan akhirnya orang-orang di warung dan akhirnya mereka tahu tujuan aku bersepeda.
         Ketika aku bersepeda dan telah melewati garis batas propinsi aku berhenti sejenak melambaikan tanganku ke arah Sumut. Beberapa orang menyambut lambaian tanganku, seakan melepaskan seorang atlik sepeda kayuh ke Aceh. Aku tambah semangat.
           Ketika aku hampir sampai di kota Kuala Simpang, Aceh, aku mendaki, gear sepeda aku ringankan. Orang yg rumahnya pinggir jalan tersebut meneriakkan semangat. Akhirnya ketika hampir puncak, terpaksa aku dorong sepedaku, tak sanggup lagi. Namun di situ juga ada hikmahnya. Rupanya rem sepedaku sudah kendor. Tak sanggup mencekram dan ikatannya di pegangan tangan pun sudah mulai kendor. Untung, hari sebelumnya aku sudah beli kunci dgn berbagai seri harganya 7 ribu rupiah di  swalayan di polonia Medan.  Aku berhenti memperbaiki sepeda baruku. Dan kukayuh lagi sepedaku.
           Tiba juga akhirnya aku di kota Kuala Simpang sekitar jam 6 sore. Aku masuk warkop pesan minuman. Mataku sangat lelah. Jika ada kacamata rayban mungkin sangat membantu mataku.
           "Mau kemana ni Nak?" tanya ibu warung. "Ini Bu mau ke Langsa, tadi pagi dari Medan, naik sepeda". "Oh yaa, ponaan saya bulan lalu dari sini ke Bireuen, rencananya mau keliling Aceh pake sepeda balap". Aku tertunduk malu buang muka pura pura mencari sesuatu yang jatuh di lantai. Ternyata banyak juga yang bukan atlik yg jauh lebih hebat. Kukayuhkan lagi sepedaku.
             Senja hari semakin lembayung. Aku sadar kalau pejalanan ini terlalu lambat dan santai. Aku mulai resah. Dan untuk shalat Maghrib aku akhirkan saja jamaknya ke Isya. Aku terus mengayuh. Aku tak berhenti lagi di warkop kecuali beli bekal minuman isotonik. Malam tampak jelas hitamnya dan udara pun semakin dingin dan keringat ku mulai dingin.
            Akhirnya aku sampai, dari kejauhan aku lihat gapura selamat datang kota Langsa. Kuambil hp aku hubungi temanku di Paya Bujok, kota Langsa. Ternyata dia sedang tidak ada di tempat. Ku putuskan saja untuk masuk sebuah warnet. Aku lihat sebuah jam dinding menunjuk jam 9.30 malam. Benar benar lelah tetapi cukup lega.
           Setelah dari warnet aku langsung je tempat temanku. Aku disambut hangat. Ternyata aku menhabiskan 18 jam berolahraga. Dari jam 02.30 pagi s.d 09.30 malam, dari sebelum terbit matahari sampai setelah terbenamnya matahari. Dahsyat.
           Keesokan harinya, aku terbangun dengan kaki yang sudah kembung. Maklum, tidak pernah berolah raga berat, jadinya begini. Untuk melangkahkan kaki saja cukup berat. Jalan lambat lambai bagaikan siput. Dan untuk sampai ke Banda Aceh, aku dan sepedaku naik L-300. Itulah akhir perjalanan sepedaku. Ingin rasanya aku ulangi.
          Ketika keluarga dan teman temanku tahu, banyak yg heran dan juga menganggap ini sebuah hal yang gila. Tapi, aku rasa aku tidak menyusahkan orang. Begitulah cerita 8 tahun lalu.
             

Belajar Berpikir Terbalik

        Jika kita berbuat baik, maka kita juga akan berbalas kebajikan. Tak ada manusia yang suka dijajah. Tak ada orang atau rakyat yang suka dibohongi. Tak ada wanita yang mau dilecehkan apalagi diperkosa. Semua orang berhak dihormati. Dan semua orang cinta damai. Tidak salah jika semua orang berpikir sesuai kaidah-kaidah umum yang berlaku, seperti pernyataan di atas atau semacamnya.
           Namun, pernahkah kita berpikir berkebalikan dari pernyataan pernyataan di atas. Bahwa ada orang yang suka dijajah, ada yang suka dibohongi, ada yang cinta kerusuhan dan kekacauan, ada juga yg hobi dilecehkan. Sekilas aneh, tapi mungkin saja dibuktikan dan secara tidak sadar kita bisa menerimanya.
          Teringat sebuah dialog sederhana di sebuah warkop, ada teman yang menyayangkan sejarah Indonesia yang dijajah Belanda selama ratus tahun. Dia berandai jika yang jajah kita itu Inggris, mungkin ceritanya akan lain. Indonesia akan jadi lebih makmur. Masuk dalam negara persemakmuran Inggris. Kalau negara persemakmuran Belanda ada ngak? Hehehe. Atau ada cerita seorang,  keturunan Jepang, ketika pergi ke Jepang dan mengaku keturunan Jepang dengan marga tertentu. Singkat cerita dia dilayani dengan baik dan dipenuhi segala keperluannya selama di Jepang. Walaupun (maaf) mungkin orang tuanya atau orang tua dari orangtuanya dilecehakan sama Japanese. Status kejepangannya tersebut membuat dia beruntung yang jangan-jangan dibanggakan pula. Benar nih, ada ceritanya, yang mana kita tidak perlu tahu siapa orangnya. Ini mungkin bentuk pengakuan beruntung dijajah Jepang atau malah dilecehkannya. Ada juga contoh lain dari para rupawan menawan yang keturunan Indo.
         Ada seorang pengusaha tidak mau mencairkan cek yg didapat dari orang lain melalui anak buahnya. Padahal ini anak buah kepercayaannya. Jumlah cek nya sangat besar. Katanya jika kita titipkan uang dalam jumlah beberapa kali gajinya, ini masih bisa dipercaya karena resikonya dipecat, tetapi jika kita titipkan uang yang tidak mungkin bisa dipenuhi seumur hidupnya, bisa saja uang ini menjadi senjata makan tuan. Uangnya diambil, kuta pun celaka. Tak selamanya jebaikan itu akan dibalas kebaikan. Air susu dibalas air racun.
         Atau pun juga secara logika dasar kita bahwa semua orang cinta damai. Tidak selamanya, bahwa dalam konflik tersebut tetap saja ada pihak yang mengambil keuntungan, menjual senjata dan menyingkirkan lawan lawannya. Kepentingan dan uang berbicara. Ditambah lagi aroma busuk kebencian yang selalu ada di ubun ubunnya. Tidak semua cinta damai.
            Ada juga cerita perkosaan yang tidak terungkap. Tanya kenapa? Selain karena rasa takut akan ancaman, malu dan ada juga karena jablay (yang ini tak perlu dibahas). Atau ada juga yang menuntut pemerkosa karena sang pelaku bermasa depan cerah. Wow, ngarep diulangi lagi sepertinya. Tapi yang ini jangan ditiru. Tapi begitulah kenyataannya.
            Dan juga tidak semua orang ingin masuk surga. Ada juga yang memilih masuk neraka karena akan bertemu tokoh tokoh peradaban seperti Pharaoh. Ada kok orangnya.
     Setelah kita mencoba berpikir terbalik, jangan membuat kita ingin berjalan terbalik, kaki di atas dan tangan di bawah. Jangan sering melawan kaidah umum.  Hanya saja ada fakta dibalik persepsi umum yang berlaku. Ini bisa membuat kita lebih bijak dalam menjalani hidup.

SELAMAT BERPIKIR TERBALIK.
(Bagaimana yaa caranya membuat tulisan di atas terbalik)

Senin, 20 Oktober 2014

Pengalaman peran pertama main film

     Awalnya iseng saja, ketika atasanku meminta kesediaanku untuk ambil peran sebagai salah satu pemeran dlm film tersebut. Aku iyakan, kupikir seru juga. Ternyata oh ternyata aku sebagai pemeran utama.
     Film pendek ini dilaksanakan untuk mengikuti perlombaan menyambut hari anti korupsi untuk seluruh kantor di bawah naungan direktorat kami. Temanya menolak ajakan kolusi dari masyarakat, yaitu Wajib Pajak. Dalam film ini ada 4 tokoh utama, aku sebagai seorang pelaksana yg butuh uang karena istri filmku akan melahirkan, pak Suyan sebagai atasan langsung yg mana homebasenya, kak Rus sebagai Wajib Pajak dan Pak Man sebagai kepala kantor.
     Inti cerita adalah Kak Rus sbg WP (wajib pajak) butuh pelayanan yg sangat cepat untuk kebutuhan tendernya. Kak Rus berusaha menyogok aku, aku pun lagi butuh uang, namun aku tetap bertahan. Lalu Kak Rus naik level ngomong ke atasanku Pak Suyan, melakukan hal yg sama tapi dengan iming2 gratifikasi yg lebih besar (tiket pesawat pp) namun juga ditolak. Keributan kecil pun terjadi. Lalu mereka sama2 menghadap Pak Man selaku kepala kantor yang bijak. Wajib Pajak tetap disambut dengan baik dan ditolak dengan halus dengan alasan yg tepat. Begitulah cerita film yang memakan waktu 13 menit beserta intro dan finishingnya.
      Kamera...!! Action...!! Itulah teriakan pertama untukku. Berbekal pengarahan yg singkat, aku mengendarai sepeda motor kharisma ku, melangkah menuju kantor dengan pasang muka risau galau, tatapan kosong, tengah alis agak mengeryit. Action pertama berjalan mulus. Awal yang baik untukku. Tiba-tiba aku teringat serial kesukaan ku Lie to me dan ini cukup membantuku. Ketika adegan sedang melayani WP aku berusaha melayani ramah, gesture tangan yang cukup dan sedikit kikuk dan senyum yang tidak terkembang sempurna. Ingat, istri filmku lagi sakit dan aku lagi galau susah cemas. Begitulah pengarahan dari para sutradara amatiran yg kami minta bantu dari salah satu universitas di kota ini. Semua kesan wajah dan cara2 dijelaskan dengan tepat untuk ukuran amatiran.
     Adegan serunya ketika aku harus menggenggam tangan istri filmku dan mengelusnya perlahan. Adegan ini lumayan berulang. Nerveous juga dan ditambah kami sama sama berstatus ganda campuran. Untungnya aku ingat sebuah petunjuk supaya tidak melihat mata lawan main. Ini mgkn cukup mrmbantu konsentrasi.
  Film yang cuma 13 menit memakan waktu 2 hari, dengan tempat take shoot 4 lokasi yang berbeda. Melelahkan juga dan aku mulai terasa bosannya. Ini pun sudah dipersingkat dengan cara mengambil gambar sekaligus per para pemeran. Jadi di hari kedua aku tidak ambil gambar lagi. Lelah dan terasa bosan juga dengan tatapan orang lain.    
      Tapi dapat kusimpulkan bahwa pekerjaan aktor itu adalah pekerjaan seni. Mereka bekerja dengan menggunakan imajinasi. Makanya mungkin bagi mereka ini sebuah pekerjaan yang menyenangkan yang bagiku merasa tak ada passion di seni peran.
      Pernah film ini diputar ketika para staff kantor berkumpul seluruhnya. Aku duduk pojok depan. Aku melihat jendela untuk membuang muka. Efek dari film tsbt banyak juga yg bertanya kepada ku "apa istri sudah melahirkan?" , "istri sudah sehat kan?" atau "bayinya laki-laki atau perempuan?" atau sejenisnya tentang keadaan istri filmku. Seakan2 mereka membawa ke kehidupan yg nyata.
  Sekarang jika menonton film, aku jadi lebih tertarik, karena sedikit banyak mulai tahu proses buat film, ekspresi wajah yg ditampilkan dan lainnya. Adegan yang banyak cut cut nya merupakan adegan yang mudah diperankan dan juga sebaliknya. Kalau menurutku tokoh yg susah diperankankan adalah tokoh pahlawan, ekpresi yang paling mudah marah marah.
     Sadar atau tidak sebenarnya kita sering berperan layaknya film (bersandiwara), yang bahkan pemeran film sandiwara kehidupan nyata lebih hebat darri pada aktor sekali pun, contohnya politikus dan pejabat (upsss.... jangan ribut2, ini bagi yg nakal saja). Atau juga bahkan diantara kita tidak mampu membedakan antara film dan kenyataan, contohnya banyak tivi yang dilempari karena nonton tukang bubur naik haji, hehehhehe......

Sabtu, 18 Oktober 2014

Dalam Bahasa Yang Sederhana

         Yaa.. ...bahasa sederhana.... bahasa yang lebih ke arah informal yang biasanya kita temui dalam bincang-bincang kedai kopi. Di my hometown kedai kopi adalah tempat untuk berkumpul yang paling favorit. Semuanya dibahas dari yang penting dan yang hanya gurauan belaka. Tentu saja bahasa yang dipakai pun sederhana, mudah dicerna sehingga banyak penikmat kopi di warkop, mulai dari kalangan bawah s.d atas.

      So, blog ini ingin aku jadikan semacam gerai kedai kopi maya. Aku hanya memaparkan ide, saran dan kritik dalam batasan yang kuanggap masih sopan dan tetap bermanfaat. Pastinya tulisannya dalam bahasa yang mudah dicerna. Maka juga aku rasa sebagai seorang calon blogger yang akan berniat baik, maka sepatutnya kita menghindari kopi paste (copas), bukannya kopi luwak yang dihindari.

      Tulisan yang singkat ini mengawali tulisanku, tulisan pertama. Sekian saja, rindu ingin ngopi...