blog umum dengan pembahasan santai dan dalam bahasa yang sederhana
Minggu, 28 Agustus 2016
E-Learning menembuh batas jarak dan bukan sekedar formalitas
Ada sebuah perubahan dasar di masyarakat modern sekarang ini, yaitu menghindari atau memangkas waktu pelayanan, antrian dan jasa. Tuntutan sebuah pelayanan atau pun jasa yang semakin cepat dan tepat semakin merambah di semua lini pemerintahan maupun swasta. Tak terkecuali pendidikan secara online atau disebut e-learning. Sebuah pendidikan dengan konsep tanpa tatap muka langsung dan dapat di tempuh dari jarak dan arah mana pun. Modul dan buku pembelajaran juga ada dalam bentuk softcopy dan dapat dibeli secala online. Pendidikannya jelas, pengajarnya jelas, ada payung hukum dan dapat dipertanggungjawabkan.
Diakui atau tidak, sekarang ini e-learning masih kalah pamor dibandingkan sistem perkuliahan secara normal tatap muka. Ini merupakan sebuah kewajaran mengingat ada hal-hal tertentu yang tidak bisa digantikan dengan teknologi, dan juga perkuliahan normal yang usianya sudah berabad-abad. Akreditasi pun belum paling maksimal. Tetapi, teknologi juga memudahkan kebutuhan manusia, mempercepat pekerjaan, biaya menjadi murah dan jarak semakin tak terasa. Bukan hal yang mustahil jika nantinya elearning menjadi pilihan perkuliahaan utama.
Pendidikan sangat berpengaruh dalam menunjang karir bagi pegawai negeri atau pun swasta. Ada sebuah pameo sinis bahwa pegawai negeri menempuh kuliah e-learning hanya mencari gelar untuk karir dan kenaikan pangkat. Kalau mau jujur, sebenarnya itu bukanlah niat yang buruk dan malah seyogyanya setiap pegawai harus maju. Atau pun tidak perlu berprasangka buruk, toh ada juga pegawai yang hanya memang mengejar karir mengambil kuliah secara biasa dengan bermodal kehadiran dan uang, lulus mendapat gelar formalitasnya. Ini bukan pembahasan tentang niat yang penilaian sangat subjektif tetapi kualitas dari elearning itu sendiri. Pendidikan juga butuh pengakuan ijazah. Dan memang seharusnya pendidikan juga membuat manusia lebih bijak menggunakan cara yang baik untuk mendapatkan gelar.
Sekarang di Indonesia perkuliahan e-learning yang dikelola oleh pemerintah adalah Universitas Terbuka sebagai perintis e-learning Indonesia, dan yang dikelola swasta adalah HarukaEdu yang telah menambah sayap e-learning di Universitas Wiraswasta Indonesia (UWIN). Sebenarnya banyak program e-learning dari universitas lainnya, hanya saja sifatnya sebagai ekstensifikasi pengajaran dan pembelajaran bagi mahasiswa yang benar-benar terdaftar di universitas tersebut. Sebagai gambaran umum; calon mahasiswa mendaftar secara online, memenuhi persyaratannya, mengikuti jadwal belajar e-learning, mengerjakan tugas, berdiskusi mengikuti ujian dan mendapatkan nilai hingga kelulusan. Hampir semua kegiatannya dilakukan secara online. Universitas Terbuka dan HarukaEdu juga telah bekerjasama beberapa universitas lainnya untuk saling menunjang mutu dan proses pendidikan perkuliahan. Bukan sekedar formalitas belaka.
Mahasiswa e-learning akan mendapatkan modul cetak maupun modul digital. Mahasiswa juga dapat mengakses via internet bahan pembelajaran berupa bahan bacaan, pdf, audio, video, transkrip atau pun presentasi yang sudah terpadu dalam Learning Managemen System. Aksesnya pun dapat secara mobile friendly. Mahasiswa bebas mengakses, belajar dan berdiskusi dalam rentang waktu tertentu sambil bekerja atau beraktifitas lainnya. Umumnya mahasiswa akan diberitahu mengenai bobot penilaian terhadap suatu mata kuliah sebagaimana hal ini juga terdapat pada kuliah tatap muka. Jika di perkuliahan normal biasanya terdapat dosen killer atau seorang mahasiswa yang sudah ditandai / dicap buruk oleh seorang dosen, maka di e-learning penilaian akan lebih objektif, kecuali masih bermental contekan atau jokian.
Tak ada kata terlambat untuk belajar, tiada kata terlambat untuk kuliah, dengan kemajuan teknologi seharusnya memudahkan kita mendapatkan akses pendidikan. Apalagi jika bekerja di instansi tertentu dengan resiko mutasi yang jauh, maka elearning adalah pilihan yang paling masuk akal dan tidak beresiko. Ilmu dapat, teman bertambah, gelar juga menyusul.
Jumat, 12 Agustus 2016
Siapkan diri, hadapi rintangan memancing di laut lepas
Pagi hari sekitar jam 8 seluruh
peserta sudah berkumpul di kampung Pelanggahan untuk segera naik ke dalam
kapal. Semua peserta sudah sarapan dan kopi pagi, udang dan umpan pancing juga
sudah dipersiapkan. Kapal fiber dengan panjang 13 meter dan luas 3,8 meter
menjadi pilihan pertama untuk pemancing pemula. Peserta 12 orang termasuk ABK
dengan biaya sewa kapal 1,4 juta sangat sebanding dengan pengalaman yang
ditawarkan. Melalui muara Krueng Aceh kami menembus arus dan ombak menuju spot
titik pemancingan pertama di mercusuar paling jauh di ujung pulau Breuh,
mercusuar Willem Storen III. Hal ini berdasarkan keputusan nahkoda kapal
mengingat waktu perjalanan yang lama sekitar 2 jam lebih, spot mancing yang
banyak dan supaya kami tidak kemalaman sampai di rumah.
![]() |
Peta Pulau Nasi dan Pulau Breueh |
Rintangan Perjalanan, ombak besar dan
hujan
Ketika kapal
akan memasuki tepi laut di muara krueng Aceh, tampak ada dua kapal rusak parah
setengah karam karena pendangkalan muara dan juga ada batu di tepi muara
tersebut. Para nelayan ikan pun sangat berharap pengerukan dan perbaikan jalur
lintas muara. Maka kapal harus berlayar agak ke kiri untuk kedalaman yang lebih.
Kami langsung di sambut dengan ombak yang tinggi ketika akan meninggalkan
daratan. Selanjutnya disambut laut tenang selepas beberapa meter dari muara.
Selang 15 menit
lepas pelabuhan, seorang teman melepaskan umpan minnow (umpang buatan mirip
ikan, berlidah besar) yang mengapung di air mengawal kami dan menarik perhatian
ikan. Tak mau kalah, saya pun melepaskan umpang minnow dengan joran jigging.
Saya lebih beruntung, sebuah ikan
tongkol ceureubek menyambar minnow dan berhasil dikapalkan. Saran
kawan-kawan yang lain bahwa ikan ini enak untuk dibakar, apabila umpang udang
sudah habis, maka ikan ini akan dipotong-potong dijadikan umpang. Wah, kabar
baik untuk seorang pemula.
Di antara
pulau Nasi dan pulau Breueh dan sebuah selat kecil dimana arus laut bergerak
kencang. Kapal kami pun juga mengalami ombak yang lebih besar, lebih mengayun
dan juga arah kapal yang sedikit berputar. Tapi kami tidak kuatir mengingat
juga pengalaman-pengalaman sebelumnya. Ombak yang paling besar yang ditemui
yang mencapai dua meter kami jumpai di
depan Ujoung Pineung dekat mercusuar Willemstoren. Rasanya seperti gelombang
tsunami. Hampir semua orang yang di kapal harus berpegangan. Seandainya sempat
diabadikan pasti menjadi momen yang indah. Ada tiga ombak yang besar yang
bergandengan, selanjutnya terus berombak. Katanya di depan Ujoung Pineung
hampir selalu saban hari berombak besar.
Walaupun
kami sempat berhenti mengapung sejenak
di Ujong Batee Maneh untuk melemparkan kail, namun karena pertimbangan waktu
dan banyak ikan Lubiem (ikan berwarna gelap dengan kulit keras) maka kami
langsung ke spot Ujoung Pineueng. Ketika tiba di Ujoeng Pineueng, empat di
antar kami memutuskan untuk tidur karena tak tahan mabuk laut. Ternyata dua di
antara kami juga pertama kalinya memancing naik kapal boat ikan. Hujan kecil
dengan luas awan yang tidak luas
“membasahkan” kapal kami dalam perjalanan dari Ujong Batee Maneh ke Mercusuar
Willemstoren. Kami masih melihat langit biru yang lebih luas, seakan memberi
harapan pemancingan yang sukses. Alhamdulillah, kami tidak putus asa
Tempat tidur
tidak terlalu luas, tetapi karena ada bahan makanan yang harus dilindungi, maka
terasa lebih sempit. Kami berempat beristirahat nyenyak walaupun seorang rekan
menjadikan kaki rekannya sebagai bantal. Ini hal yang sangat lumrah. Apalagi
ketika makan siang, kami berbagi makanan dalam satu piring dengan orang yang
baru saya kenal. Tiada rasa jijik, yang makin besar solidaritas. Kail, padok
dan joran pancing yang nganggur dapat digunakan siapa saja.
Spot paling ujung di depan mercusuar Willem Torren III menjadi spot
paling lama untuk memancing. Banyak ikan karang yang berhasil didaratkan. Kapal
hanya berpindah beberapa puluh meter saja. Dua orang pemula memilih tidur
karena mual dan pusing yang menderita
para pemula. Berpindah ke spot
Ujoung Pineung, seorang teman yang sudah agak banyak pengalaman memancing di
laut mendapatkan ikan kerapu merah. Sorakan dan tepukan tangan menyambut
kehadiran si ikan dengan kesenangan. Mencoba menggunakan teknik memancing
jigging (umpang buatan dari metal berbentuk ikan pipih panjang) mungkin bukan
pilihan yang tepat karena umumnya lautnya belum terlalu dalam yang mana
ikan-ikan besar susah berkeliaran. Ada 2 spot mancing dengan teknik jigging
tetapi tiada mendapatkan ikan bahkan sambaran penuh harapan juga tidak kena.
Lanjut ke spot Ujung Gapeh, alhamdulillah akhirnya ikan bulan berukuran sedang
memecahkan kebuntuanku sebagai pemula setelah berganti mata jigging dengan mata
set (mata banyak). Selama ini hanya jadi penonton dan juga berkat teguran dari
seorang teman lama aku kembali semangat.
Lalu
berlanjut ke Spot Batee Mameh, kembali
ikan Lubiem memberikan gigitan dan tangkapan pertama dan juga beberapa ikan
lainnya. Di spot Lampuyang, pawang menjelaskan bahwa di spot tersebut banyak
ikan-ikan kerapu, tetapi di antara kami tidak satu pun yang strike kerapu.
Banyak ikan karang lainnya menghibur dan menghilangkan gatalnya telapak tangan
kami. Lalu kami melewati selat arus keureusik (antara pulau Nasi dan Breueh).
Kapal berhenti tidak jauh di dekat selat. Di permukaan arusnya tidak begitu
kencang, tetapi di dalam laut airnya sangat kencang. Timah dan kail yang kami
lemparkan seakan-akan tidak mencapai dasar laut. Benang di kantrol selalu
meminta keluar. Akhirnya sang nahkoda
sehari memutuskan untuk lanjut ke spot lainnya.
Mulai dari
spot Lampuyang, kapal kami tidak dapat menghindar dari hujan. Langit sudah
memutih semua menurunkan hujan dengan
angin yang tidak kencang. Ini pertanda hujannya awet. Alhamdulillah, tiada yang
mengeluh karena turunnya hujan, tiada wajah yang masam dan ketakutan, hanya
saja ada sedikit penyesalan karena tidak membawa handuk dan baju ganti. Bahkan
aku pun mengerjakan shalat jamak qashar Zhuhur Ashar di atas kapal, di kala
hujan dan dengan tangan yang susah untuk bersedekap. Satu tangan di perut satu
lagi memegang tiang supaya tidak jatuh. Shalat dalam keadaan susah yang begitu
indah. Lagi-lagi yang namanya shalat tetap juga ada yang cuti meski jua
laki-laki.
Hujan masih
berlangsung, kapal bergerak ke spot Demiet. Ikan karang, Lubiem dan kerapu
kecil menjadi tangkapan kami. Aku juga
merasakan dua kali sensasi strike. Lalu kami ke spot Ujung Umpe dimana aku
mendapatkan tangkapan yang paling bagus. Sensasi strike Giant Travellary atau terkenal di masyarakat Aceh sebagai “engkout rambeu”
begitu terasa. Sangat kuat untuk ikan seukurannya. Walau kecil tetapi hentakan
dan tarikannya begitu kuat. Aku begitu puas akhirnya aku bisa mengobati rasa
penasaran ingin merasakannya, yang mana selama ini aku hanya melihatnya di
program acara mancing di saluran
televisi. Kecil sih, tapi makin lama tentunya makin naik kelas pemancingnya.
Lalu kami ke spot Ujung Bak U juga ada beberapa Lubiem dan ikan karang yang
tertangkap. Dan yang terakhir kami ke spot
Ujoung Pancu. Ujoung Pancu ini adalah bagian dari pulau Sumatra yang
mana di seberang bukit gunung Ujoung Pancu adalah garis pantai yang paling
terkenal di Aceh, yaitu pantai Lampuuk, tepatnya di Babah Dua. Di spot ini
tangkapan yang paling menarik adalah seekor gurita berukuran sedang. Ketika gurita itu dikapalkan,
langsung perutnya ditarik kuat agar urat perut putus lalu gurita itu mati. Ini
supaya sang gurita tidak berkeliaran di kapal. Prosesnya ibarat manusia yang
ditarik lehernya atau digantung. Di spot ini juga mata kailku yang tidak pernah
dicium Lubiem akhirnya kena serangan Lubiem. Entah apa yang membuat Lubiem ini dijuluki
sebagai si monster kecil pemakan umpan, padahal katanya di restoran Lubiem
menjadi menu andalan. Lubiem juga menjadi pilihan utama membuat bakso ikan,
bisa dibuat ikan asin dan jika digoreng rasanya seperti daging ayam. Wallahu
a’lam.
Kami sepakat
Ujoung Pancu sebagai spot terakhir. Ketika hampir sampai di Ujoung Pancu pun
kami melihat beberapa orang yang melintasi lereng bukit untuk kembali ke rumah
dari pemancingan. Hari pun kian senja dan dari pinggir Sumatera lampu semakin
bersinar, apalagi Lafarge yang menampakkan kemegahannya punya orang asing.
Petunjuk mercusuar membantu kami ke muara krueng Aceh. Akhirnya kami mendarat
dengan selamat. Tiba di darat kepala tidak terasa hoyong. Tapi ketika sampai di
rumah kepala dan badan bawaannya masih seperti di dalam kapal dengan hantaman
ombak. Sebuah tanda perlu diulangi lagi. Hehehhe.
Dari
Pelanggahan, tempat kami naik dan turun kapal, kami kembali ke kediaman Apri
sang nahkoda jalan mancing. Disana kami membagi ikan dan membahas tentang
pemancingan tersebut supaya kesalahan di masa depan bisa diatasi. Kami
sama-sama berbagi rasa, yang paling banyak strike dan yang paling sedikit
mendapat bagian yang sama. Hanya ikan-ikan tertentu yang jumlahnya sedikit yang
dikembalikan ke orang yang kena strike. Horee, rambeu-ku kembali ke pangkuanku. Ikan-ikan dengan
ukuran dan jenis sama dikelompokkan
untuk dbagi merata. Persis mirip panitia kurban daging. Membawa pulang ikan
sebanyak 3 kilo lebih tentu saja sebuah
keberhasilan bagi pemula. Rasanya ketagihan. Rasanya menambah percaya diri dan
menambah rasa kelelakian yang anti cemen (penakut).
Panduan bagi pemula memancing di laut
lepas
Pengalaman
pertama takkan mudah dilupakan dan bisa menjadi penentu untuk mengambil
kesempatan selanjutnya. Maka cara yang mudah untuk memulai menacing di laut
lepas adalah mencari kawan pemancing yang banyak dan bergabung di komunitas.
Tak perlu malu jika umur sudah agak telat dan peralatan tidak begitu mencukupi.
Pemula juga paling tidak sudah bisa mengikat tali pancing dengan beberapa
simpul ikatan (knot). Padok (pancing gulungan tangan) yang harga murah juga
bisa sebagai.
Teman
memancing bisa sangat beragam, lintas komunitas dan lintas umur. Jangan harap
teman-teman satu genk akan banyak yang se-ide. Hal ini mengingat olahraga hobi
ini butuh banyak kesabaran sehingga hanya sedikit yang bertahan. Kita juga
butuh toleransi tinggi. Ada juga kita temui pemancing yang mahir yang agak
malas menyertai dan membimbing pemula apalagi jika peralatannya masih murahan.
Yaaa... begitulah bermacam tipe manusia.
Sebelum naik
kapal, kita butuh makan pagi yang kenyang. Hindari makanan yang mengandung gas
dan berlemak supaya mencegah gangguan perut. Hindari nasi gurih, makanan
terlalu asam dan pedas. Minum kopi lebih baik dari pada teh terutama kopi
arabica anti kembung. Atau kita membawa ikat perut supaya mengurangi guncangan
akibat ombak yang membuat perut mulas dan pusing. Kita juga harus tahu cara
berenang yang baik, tidak berlebihan menggunakan tenaga dan bisa terapung. Jika
masih ragu, tak perlu malu membawa rompi pelampung. bawa juga beberapa obat
anti mual, obat penambah darah dan juga kotak P3K.
Nelayan, resiko dan kesendirian
Entah apa yang selalu terbesit di
dalam pikiran ini tentang nelayan yang aku temui di perjalanan selama
pemancingan. Terutama yang memakai perahu kecil atau sampan. Tampaknya mereka
begitu tegar. Bahkan juga ketika hujan mereka memakai setelan celana dan baju
hujan, ada juga tanpa baju hujan, tegar bak batu karang mencari rezeki. Dalam
perahu tersebut biasanya 2 orang, beberapa hanya satu orang dan ada satu sampan
tiga orang. Kenapa mereka memilih profesi tersebut menjadi pertanyaan yang
kusimpan yang belum ada kesempatan yang tepat dan orang yang tepat untuk
kutanyakan. Padahal resiko pekerjaan mereka begitu besar.
Atau kadang-kadang aku berpikir
apakah mereka para nelayan bisa berteman akrab
dengan mereka yang bertani dan jauh dari laut. Mereka punya karakter
yang berbeda. Atau ada dugaan jika para nelayan itu adalah orang-orang yang
tidak suka dengan kebisingan suara manusia atau persaingan sikut menyikut antar
sesama manusia. Mereka mencari rezeki yang ada di dalam air dan di perut bumi.
Mereka sering mendapatkan ikan enak dan mahal tetapi rumah mereka seringnya
tidak lebih baik dari penduduk yang lebih pedalaman. Padahal Indonesia punya
garis pantai terpanjang di dunia dengan karunia ikan yang begitu melimpah. Aku
hanya berharap kehidupan nelayan lebih sejahtera, beralih dari cara tradisional
ke penggunaan alat modern dan juga menjadi poros pangan di negara maritim
ini.
Paling tidak, dengan adanya kegiatan
memancing ini kita bisa lebih mengenal indahnya alam ciptaan Yang Maha Kuasa,
liburan dengan kualitas yang baik, dan juga lebih berempati terhadap mereka
yang menggantungkan hidupnya dari hasil laut. So, siapkan diri kita, mental dan
kubutuhan untuk mengarungi indahnya laut dan kandungan di dalamnya. Memancing
di laut juga bisa sebagai salah satu pembuktian bahwa rasa takut hanya sebagian
kecil dalam diri kita. Akan tetapi memancing bukanlah pelarian yang baik jika
ada masalah rumah tangga. Selanjutnya liburan apa lagi yang menantang..!!!
Mungkin berenang melintasi selat antara Iboih Sabang dan Pulau Rubiah boleh
jadi pilihan yang menyenangkan. Mau ikut...!!!!
Langganan:
Postingan (Atom)